Jangan Mundur, Pak!

Dimas SK
2 min readJul 10, 2024

--

Tulisan ini saya buat untuk bapak-bapak yang berwenang mengurusi Pusat Data Nasional. Pertama-tama izinkan saya turut berduka atas bobolnya data nasional kita gara-gara serangan ransomware. Berkenaan dengan surat terbuka ini saya menyatakan dukungan kepada bapak-bapak sekalian supaya jangan mundur.

Belakangan banyak gelombang yang menyarankan dan bahkan mendesak Anda sekalian mundur. Agar bapak-bapak melepas jabatan yang selama ini diemban. Suara sumbang begini tidak usah dianggap, Pak. Ibarat masuk telinga kiri mental lagi gitu.

Pak, mundur bukan budaya kita. Bagi saya, mundur adalah sikap pengecut. Dan kita bukanlah bangsa pengecut. Coba ingat-ingat lagi. Ada berapa banyak pejabat yang berani mundur ketika tersangkut kasus. Jadi, jangan sampai bapak-bapak ini yang jadi pionirnya. Nanti di kemudian hari niscaya akan banyak yang mengikuti jejak bapak.

Lagipula mundur berarti lari dari tanggung jawab. Kalau sampai mundur, bagaimana bapak bisa bertanggung jawab. Makanya jangan mundur, pak. Nasib data kita semua ada di tangan bapak. Cuma bapak yang bisa menyelesaikannya. Dulu bapak dapat jabatan ini bukan sekonyong-konyong ketiban durian runtuh. Melainkan karena kapasitas dan kapabilitas, bukan alasan lain. Ayo, bapak pasti bisa!

Mengingat betapa pelik masalah yang dihadapi, setuju belaka ini jadi tanggung jawab bersama. Pasti berat bagi bapak memikul beban ini sendirian. Kami masyarakat siap bahu-membahu mencari solusinya. Asalkan kami juga dapat gaji dan tunjangan yang sama.

Lalu soal uang tebusan. Jangan mau, pak! Rp 131 miliar lebih itu bukan angka yang kecil. Saya sebagai kaum mendang-mending akan bilang nggak worth it. Sayang uangnya. Belum tentu juga hacker ini bisa dipercaya. Bagaimana kalau kena tipu. Peretas ingkar mengembalikan data kita. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Data hilang, uang ludes. Apes.

Gara-gara uang tebusan ini, saya takut kalau kas negara tipis. Apalagi sampai habis. Saya khawatir dampak ke depannya, pak. Berikutnya pasti ada saja usulan out of the box demi menambah APBN. Contohnya, semacam menarik pajak dari berbagai hal dengan beragam dalih.

Lalu sekarang bagaimana? Di atas saya sudah bilang mengundurkan diri bukan budaya kita. Budaya kita adalah ikhlas. Betul, ikhlaskan saja. Relakan data kita diambil orang. Hanya bisa pasrah semoga tidak disalahgunakan.

Dan ingat juga pepatah Jawa “lemah teles” biarkan Allah yang membalas. Jangan main-main dengan rakyat yang teraniaya. Semakin banyak yang tertindas, semakin keras balasannya. Hanya soal waktu peretas laknat ini kena azab.

Terakhir, kenapa saya sarankan untuk ikhlas saja karena ternyata data digital kita tidak penting-penting amat. Salah satu buktinya tidak adanya data cadangan. Kalau memang menganggap ini krusial, harusnya disiapkan backup. Jadi sewaktu-waktu bobol, segampang apapun caranya, tidak akan terjadi kepanikan seperti sekarang ini. Lebih tenang dan tidak kelimpungan karena at least masih punya data cadangan.

Lagipula, kenapa pula harus ribut-ribut soal data digital ini. Toh, sampai sekarang masih ditemukan pengurusan administrasi yang memerlukan bahkan mewajibkan fotokopi dokumen sebagai syarat kelengkapannya.

*ditulis pada Kamis, 27 Juni 2024.

--

--

Dimas SK
Dimas SK

Written by Dimas SK

0 Followers

Learn to write. Write to learn.

No responses yet